Minggu, 23 November 2014


Cita–cita Luhur Bangsa Indonesia yang Belum Terwujud.


 Yaitu  Mencapai kehidupan adil dan makmur sejahtera lahir dan bathin bagi seluruh      bangsa Indonesia ( nilai-nilai moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara). Karena dari  dahulunya bangsa Indonesia itu adalah bangsa yang agamis, sedangkan ajaran Komunis datangnya  dari luar bukan dari budaya bangsa Indonesia. Tentunya ajaran yang meniadakan Tuhan ini sangat  bertentang dengan akar budaya bangsa, dan terbukti ajaran itu tidak cocok bagi bangsa Indonesia,  bahkan di negara asalnya Uni Sovyet juga sudah hancur ajaran komonis ini. Era selanjutnya Orde  baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto, masa kepemimpinan Orde Baru ini sebenarnya  cukup berhasil dengan REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Kehidupan rakyat  Indonesia selangkah demi selangkah mulai mengarah pada sejahtera, dan sempat meraih prediket  Swasembada Beras, pembangunan dengan pola transmigrasi membuka daerah-daerah baru guna  mensejahterakan kehidupan rakyat.

 Tapi lagi-lagi masa Orde Baru yang berlangsung tidak kurang dari 32 tahun tersebut, ternodai oleh  masalah moral. Sang pemimpin Enggan menanggalkan singgasananya, kemudian Korupsi, Kolusi  dan Nepotisme (KKN) merajalela yang berakibat pada gelombang demonstrasi menuntut sang  penguasa mundur. Dan akhirnya pada tahun 1998 dengan terpaksa harus Lengser. Setelah dua Orde  berlalu, bangsa Indonesia memasuki era Perubahan (Reformasi). Kehidupan berbangsa dan  bernegara ditata ulang, terutama dalam hal berdemokrasi. Namun ternyata bangsa Indonesia telah  begitu jauh terpuruk, baik secara ekonomi maupun moral. Tidak mudah para pemimpin di era  reformasi ini untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dan berwibawa guna mensejahterakan  rakyat.

 Terbukti baru saja delapan tahun Era Reformasi sudah dipimpin oleh empat orang presiden, mulai  dari Prof. DR BJ Habibi, KH. Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarno Putri dan sekarang Presiden  Susilo Bambang Yudhoyono. Belum banyak yang bisa dibuat para pemimpin ini. Kita masih  berkutat pada pemberantasan KKN yang tak kunjung usai, sebenarnya ini kembali pada masalah  pokok yaitu MORAL.

 Kenapa masalah moral! Karena kehidupan bangsa ini semakin terpuruk dalam ekonomi, senantiasa  terjadi kerusuhan dan pertumpahan darah antar sesama anak bangsa, semuanya berpuncak pada  moralitas anak bangsa saat ini yang semakin jauh dari nilai-nilai luhur bangsa dan agama. Masalah  moral adalah masalah utama yang harus disempurnakan untuk mencapai cita-cita bangsa ini.

 Kuncinya perbaiki moral pemimpin (Eksekutif), moral para wakil rakyat (Legeslatif) dan Moral  penegak hukum (Yudikatif). Kalau ketiga unsur ini sudah baik dan benar moralnya tentulah unsur-  unsur lain dan moral rakyat akan menjadi baik.

 Dari apa yang dibahas jelas tergambar, bahwa kehancuran suatu orde itu bermula dari kehancuran  moral. Yang berakibat kesengsaraan bagi rakyat dan semakin jauhnya dari cita-cita Proklamasi  Kemerdekaan. Adalah Moral menjadi kata kunci sukses atau gagalnya dalam perjuangan mengisi  kemerdekaan, karena moral dan akhlak adalah bersumber dari budaya bangsa dan ajaran agama.  Sehingga kalau mampu menerapkannya dalam perjungan mengisi kemerdekaan, maka tidak mustahil  akan tercapai keinginan luhur mencapai kehidupan bangsa Indonesia adil dan makmur sejahtera lahir  dan bathin. Namun yang paling utama adalah perbaikan moral seluruh unsur dan lapisan masyarakat  untuk bersama-sama mewujudkan impian tersebut. Karena bila moral sudah baik, maka dengan  sendirinya semua pekerjaan baik dan tentunya akan mencapai hasil yang baik pula.  Oleh karena itu  dari sekarang kita mulai dari diri masing-masing untuk memperbaiki moral, sehingga akan berefek  pada perbaikan moral orang lain.

 Semua kembali pada ideology pancasila yaitu nilai-nilai pancasila dijabarkan dalam norma-norma  dasar Pancasila yang terkandung dan tercermin dalam pembukaan UUD  1945 . Nilai atau Norma  dasar yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 ini tidak boleh berubah atau dirubah. Karena  itu adalah pilihan dan consensus bangsa yang disebut kaidah pokok dasar Negara yang fundamental  (Staatsfundamentealnorm). Perwujudan atau pelaksanaan nilai –nilai Instrumental dan nilai-nilai  Praktis harus tetap mengandung  jiwa dan semangat yang sama dengan nilai dasarnya.


 http://riau.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=10077

0 komentar:

Posting Komentar